Kuliah Tiga Jurusan, Wanita Ini Pilih Urus Tukang Ojek



Kuliah Tiga Jurusan, Wanita Ini Pilih Urus Tukang OjekFoto: detikINET/Adi Fida Rahman
Jakarta - Manalah ada ibu yang tidak khawatir melihat anaknya yang bertitel banyak tapi banting tulang mengurus tukang ojek? Inilah yang dirasakan Vice President of Technology Product Go-Jek Alamanda Shantika Santoso saat bergabung ke layanan ojek online besutan Nadiem Makarim itu.

Kiprah Alamanda di Go-Jek dimulai pada Mei 2014. Kala itu ia menjadi konsultan untuk pembuatan aplikasi ojek online tersebut.

"Nadiem meminta tolong membuatkan aplikasi Go-Jek. Kebetulan saya bergelut di teknologi juga. Jadi aku iyakan permintaannya," tutur wanita yang kerap disapa Ala ini.

Sembari bekerja di Kartuku, ia mulai menggarap aplikasi Go-Jek. Hingga akhirnya Nadiem meminangnya untuk bergabung secara penuh di awal tahun lalu. Ala kembali mengiyakan tawaran pria keturunan Arab itu. Namun wanita berusia 27 tahun ini mendadak membatalkan, salah satu alasannya karena restu sang ibunda.

"Ibu saya sempat bilang ngapain sih masuk perusahaan ojek. Mungkin karena melihat perusahaan tempat saya bekerja sebelumnya cukup besar. Sementara Go-Jek perusahaan kecil yang kantornya dulu di Ciasem tua dan mau ancur," ungkapnya saat ditemui detikINET di markas Go-Jek di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Keputusan Ala yang mendadak membuat bos Go-Jek kecewa. Pria lulusan Harvard itu pun membombardir dirinya dengan omelan. Namun ada perkataan Nadiem yang meluluhkan semua keraguan dan memantapkan hati Ala untuk bergabung ke perusahaan yang identik dengan warna hijau itu.

"Nadiem waktu itu bilang di Go-Jek itu bukan cuma ngidupin diri lu sendiri. Tapi di Go-Jek kita berkarya untuk ribuan orang di luar sana dan keluarga mereka," kenang wanita yang pernah mengenyam pendidikan di 3 jurusan yaitu Matematika, IT dan Desain Universitas Bina Nusantara ini.

Alhasil, bulan Mei 2015 dirinya resmi bergabung di Go-Jek sebagai Vice President of Technology Product.

Ummi Programer Go-Jek

Saat awal bergabung secara penuh di Go-Jek, Ala terus menyempurnakan aplikasi yang dibuatnya bersama tim. Perkembangan Go-Jek yang melesat cepat diakui sempat memusingkan kepalanya. Sebab pihaknya tidak memiliki kesiapan sejauh itu.

"Salah satu masalah besar adalah scalability. Karena memang kita tidak pernah menyangka akan gede seperti sekarang ini. Sedangkan kita waktu itu belum (punya) rencana untuk sampai seperti itu. Sempat lumayan stress, tapi harus dihadapi," ujar Ala.

"Waktu server lagi down juga bikin sedih, bukan karena takut dimarahi Nadiem, tapi mikirin para driver di luar sana yang tidak dapet order," sambungnya.

Namun masalah tersebut sudah ditangkal, infrastruktur kian diperkuat dan Go-Jek pun telah memiliki 130 orang engineer. Kondisi ini membuat tugas Ala sedikit berubah.

Ia kini fokus pada pembinaan sumber daya manusia. Selain itu ia menjadi 'ibu' dari para engineer Go-Jek. "Di sini saya dipanggil Ummi," kata Ala.

Menjadi ibu membuat wanita yang hobi baca buku ini punya tugas tambahan. Ia menjadi tempat mendengar keluh kesah anak-anaknya di bagian teknologi Go-Jek. "Seorang leader itu sama persis seperti Ibu. Benar-benar harus tahu satu persatu anaknya lagi kenapa," ujarnya.

Tiap minggu, kata Ala, ada saja engineer yang WhatsApp mau ngobrol. Curhatnya pun bermacam-macam, tidak hanya soal tugas tapi juga soal pribadi.

"Engineer itu unik, mereka pintar tapi banyak yang susah berkomunikasi, meski umurnya sudah mature.Pernah ada yang curhat tidak mau ngapa-ngapain, cuma main games seminggu," tutur kelahiran Jakarta ini.

Komunikasi yang intens tersebut dirasa Ala memberi dampak positif bagi proses pendewasaaan dirinya dan meningkatkan makna hidupnya. Pernah satu kali dirinya sedang berada di Amerika Serikat selama dua minggu. Anak buahnya di Go-Jek melakukan Skype Call dengan dirinya dan memperlihatkan fotonya yang dipajang menggunakan proyektor.

"Mereka bilang meski nggak ngapa-ngapain, hadirnya Ummi di kantor bikin beda. Itu rasanya priceless," ungkap Ala.

Ingin Go-Jek Stabil

Dalam waktu singkat, Go-Jek berhasil melesat cepat. Pengemudinya mencapai 200 ribu dengan pengguna puluhan juta. Kondisi ini membuat pandangan ibunda Ala yang semula meragukan kini berubah.

"Ibu saya pernah WhatsApp bilang kalo ibu dan ayah bangga," ungkap Ala.

Meski keberhasilan sudah diraup, wanita yang hobi melukis dan bermain piano ini masih punya keinginan untuk membuat Go-Jek lebih stabil. Pasalnya ia merasa perkembangan yang begitu cepat membuat pihaknya belum sempat mengembangkan dan menyempurnakan layanan yang sudah ada. Selain itu, ia berkeinginan Go-Jek dapat terus mencetak sumber daya yang mumpuni.

"Sama seperti visi Nadiem, kita ingin Go-Jek dijadikan tempat untuk bangsa Indonesia belajar. Sehingga karya anak bangsa dapat membangun Indonesia," pungkas Ala. (afr/fyk) 




0 komentar:

Posting Komentar

Next Posting Lama
Kuliah Tiga Jurusan, Wanita Ini Pilih Urus Tukang Ojek