Programer Lokal Memang Pintar, Tapi...


Programer Lokal Memang Pintar, Tapi...Foto: detikINET/Irna Prihandini
Jakarta - Aksi Go-Jek mengakuisisi dua startup asal India sempat disayangkan oleh sejumlah pihak. Sebab banyak talenta Indonesia yang dinilai tidak kalah jago dengan programer India. Lantas bagaimana pandangan bos programer Go-Jek sendiri?

Ditemui di markas Go-Jek yang berada di Kemang, Jakarta Selatan, Vice President of Technology Product Alamanda Shantika Santoso memaklumi hal tersebut. Namun akusisi yang dilakukan Go-Jek sejatinya untuk transfer kemampuan.

Wanita mungil yang kerap disapa Ala ini menilai sumber daya manusia di Indonesia masih tertinggal dari India soal teknologi dan pembuatan aplikasi mobile. Di sini, baru dua tahun belakangan startup ramai membuat aplikasi mobile. Sementara di Negeri Bollywood sudah jauh sebelumnya.

"Resource mereka sudah banyak banget. Ilmu mereka yang pasti sudah jauh dibanding kita. Karena itu mereka ke sini untuk dicuri ilmunya. Saya bilang ke anak-anak untuk menyerap ilmunya," jelasnya.

Kultur Berbeda

Menyatukan dua kepala yang sebangsa saja sulit, apalagi yang berbeda negara. Inilah yang dirasakan Ala saat mengolaborasikan programer India dan Indonesia pasca proses akusisi.

Kultur yang berbeda menjadi faktor utamanya. Wanita kelahiran Jakarta ini menilai programernya dari Indonesia kurang berani 'melawan'. Berbeda halnya programer asal Negeri Bollywood, mereka mati-matian mempertahankan opininya. Bila bertanya pun mereka sangat detail.

"Cara komunikasinya berbeda, budaya Indonesia sering manut wae. Walau merasa benar, tapi suka merasa nggak enak ngomongnya," ungkap Ala.

Untungnya, proses adaptasi kedua belah pihak tidak memakan waktu lama. Kini kerja bareng programer asal India dan Indonesia sudah berjalan baik. "Sudah smooth sekarang," kata anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Talenta Lokal Pintar

Ala tidak sedikitpun meragukan kemampuan talenta lokal. Menurutnya anak Indonesia pintar-pintar. Namun perlu dilakukan pengembangan supaya dapat lebih mumpuni.

"Banyak lulusan jurusan teknologi di Indonesia belum siap nyemplung ke dunia kerja secara langsung. Karena di kampus tidak diajarkan teknologi dan metode yang digunakan pada sebuah perusahaan," ujarnya.

Untuk itu, ia tengah menjalin kerjasama dengan profesor di Universitas Indonesia untuk membangun satu kurikulum yang memungkinkan pelaku industri mengajarkan mahasiswa langsung soal apa yang dikerjakan dan teknologi apa yang dipakai. Alhasil setelah mereka lulus dapat langsung berbuat sesuatu untuk negeri ini.

Stereotipe Wanita di Dunia TI

Meski mulai banyak kaum hawa menduduki jabatan penting di industri teknologi, sayangnya masih banyak pihak yang memandang sebelah mata. Hal ini sempat dirasakan oleh Ala saat berkarier di jagat teknologi tanah air. Sosoknya yang mungil dan masih berusia muda kerap dicap tak mumpuni.

"Pernah saat saya memberikan coaching, coba tanyakan pada audiens kira-kira background saya apa. Banyak yang menjawab desain art atau marketing. Saat saya bilang TI banyak yang tidak percaya," ujarnya.

Namun perlakuan stereotipe ini kini tidak lagi dirasakan Ala. Baik itu di Go-Jek maupun kala memberikanspeech di seminar teknologi. Walau ia mengakui keberadaan kaum wanita di teknologi masih cenderung sedikit.

"Di Go-Jek saja programmer wanitanya saja 1 banding 10. Mungkin kaum wanita tidak tertarik bidang yang bersifat logic," pungkasnya






0 komentar:

Posting Komentar

Programer Lokal Memang Pintar, Tapi...